portalgo.id - Tidak banyak media cetak yang bisa bertahan di era sekarang, bahkan media cetak
yang terkenal dengan jargon “korannya orang Jakarta” pun sudah tinggal menunggu
jadwal tutup usia.
Meski
begitu, media digital tak lantas mudah bersaing, karena persaingan media saat
ini memang berjalan cukup ketat. Jika dulu media bersaing di kelasnya
masing-masing, kini semua media seperti tumpah ruah dalam satu pasar yang sama.
Kebutuhan
informasi yang makin tinggi, memaksa pengusaha media melakukan inovasi, yang
tak bisa adaptasi akan kena disrupsi. Era digital juga telah merubah cara
pandang masyarakat akan akses informasi. Detikcom di sekitar tahun 2001 menjadi
pelopor lahirnya media online di Indonesia.
Andai
saja, dulu sebelum reformasi majalah konvensional Detik tidak dibredel
pemerintah, mungkin saat ini, persaingan detikcom dengan media lainnya juga
berbeda. Di balik tumbuhnya media online, pada sekitar 10 tahun yang lalu ada
banyak pertanyaan sinis dari masyarakat. Dari mana media online itu hidup dan
berpenghasilan? dan seberapa besar keuntungan yang bisa diraih dari media
online?
Jika
hanya ingin dijawab secarasingkat, mungkin lebih baik menanyakan hal itu ke
Chairul Tandjung yang membeli Detikcom seharga US$60 juta atau senilai Rp 521 –
540 miliar pada tahun 2011 lalu.
Tentu
saja kita meyakini, bahwa otak bisnis CT (Sapaan Chairul Tandjung) tetap
berfungsi dan tidak sedang sakit saat memutuskan membeli Detikcom di
angka setengah trilyun. Begitu juga Harian Kompas yang dengan
totalitas menggelontorkan miliaran rupiah untuk membangun Kompas Online dan Tribun
News-nya. Pengusaha-pengusaha media itu yakin, ada market yang besar dari
media online. Lagi pula hingga saat ini Indonesia seperti diserang badai
informasi. Media online tumbuh di mana-mana dengan konsep dan sistem yang
berbeda. Itu artinya, ada pangsa pasar yang besar di dunia internet.
Berikut
adalah beberapa konsep monetizing yang ditempuh oleh pengembang media online.
Secara sederhana, media online setidaknya bisa memiliki empat sumber pendapatan
utama yaitu, dari pengiklan di visual (advertiser), dari kemitraan klien
(partnership), dari pembaca (reader atau user), dan dari digital publisher
(google adsense), namun untuk lebih jelasnya mari kita simak rincian berikut
ini.
1.
Google Display Ad
Display
ad atau display advertising adalah konsep mendulang revenue paling digemari
oleh media-media online. Bukan hanya di Indonesia, tetapi hampir semua media
online di dunia menerapkan sistem display ad. Tak heran jika konsep ini disebut
konsep monetizing sejuta ummat.
Dalam
definisi sederhana Display Advertising adalah bentuk periklanan yang
menampilkan objek visual seperti misalnya teks, logo, foto, gambar dan bahkan
video. Banner iklan yang biasa muncul di sidebar sebuah situs berita atau iklan
melayang saat mengunjungi sebuah situs, itulah yang disebut display ad.
Untuk
mendapatkannya bisa beragam cara, salah satunya dengan menggunakan
layanan Google Adsense. Pemasangannya pun bisa
melalui desktop atau melalui aplikasi mobile.
Hanya
saja untuk menjalankan konsep ini, butuh kesabaran dan waktu yang lama. Karena
semua tergantung dari traffik. Sementara membangun traffic website yang memadai
untuk mendapatkan iklan, memerlukan waktu cukup lama dan berproses.
2.
PortalGoAds
Selain
Google Adsense alernatif lain sebetulnya banyak yang menawarkan sebuah sistem
advertising Pay Per Click (PPC) dan cost per click (CPC) Platform. Sama halnya
PortalgGoAds yang menawarkan Pay Per Click (PPC) dan cost per click (CPC).
Nanti konsepnya sama seperti google adsense yang akan menampilkan iklan secara
random yang bersumber dari advertiser.
Untuk
gabung ke portalgoAds silahkan melalui link berikut Daftar PortalgoAds
3.
Banner Display Ad
Selain
iklan visual dari adsense, ada iklan banner yang bisa menghasilkan pundi-pundi
rupiah untuk perusahaan media online. Tarifnya beragam, mulai dari jutaan,
puluhan juta, hingga ratusan juta, tergantung posisi, lokasi, dan durasi
pemasangan iklan.
Biasanya
hanya brand-brand besar yang ‘berani’ memasang iklan di banner utama atau head
banner media online, karena tarifnya tinggi dan cukup premium. Selain itu, juga
banner ucapan dari profil kepala dinas atau kepala daerah tertentu, untuk
personal branding seorang tokoh publik.
4.
Sponsor Content Creation
Jika
Anda pernah mengunjungi Kompas.com dan melihat slider di
bagian Home, terkadang ada satu konten yang berbeda dengan berita yang lain,
itulah adalah salah satu bentuk iklan content creation atau iklan dalam bentuk
konten alias postingan.
Jenis
ini memang cukup baik untuk dijalankan sebuah media online. Melalui model
bisnis ini, pesan-pesan sponsor yang bersifat iklan bisa disampaikan dengan
halus melalui konten-konten yang disajikan baik tulisan maupun audio visual.
Jenis konten-nya sendiri bisa beragam antara lain sponsored post, video based
content, newsletter dan content marketing. Biasanya, situs berita dengan trafik
cukup tinggi akan selalu menawarkan iklan jenis ini. Karena kerjasama dengan
membuat konten tulisan ini cukup efektif untuk memancing pengunjung membaca
iklan-iklan yang diselipkan di sela-sela artikel.
5.
Monetizing dengan Community Engagement
Jenis
iklan ini memang masih sangat jarang dipakai oleh media online Indonesia.
Karena untuk menerapkan jenis ini, basis pembaca sebuah situs sudah harus kuat
dan memiliki komunitas dengan basis user atau reader yang solid. Walau belum
begitu massif diterapkan, namun sudah ada beberapa media online yang
menghidupkan situs dengan konsep ini. Salah satunya adalah media warga,
Kompasiana.
Pada
model bisnis ini, pihak pengiklan akan mendanai kegiatan online maupun offline
dari komunitas yang dimiliki sebuah media online tertentu baik berbentuk event
sponsorship, forum sponsorhip dan/atau online activation. Dengan model bisnis
community engagement pesan-pesan berkonotasi iklan bisa disampaikan melalui
spanduk, poster, swag, atau material cetak lain yang menampilkan logo atau
slogan pengiklan tersebut.
6.
Monetizing dengan Community Insight
Model
bisnis yang satu ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan konsep yang ketiga di
atas. Bedanya, produk atau brand tertentu menjadikan komunitas dari sebuah
media online lebih sebagai obyek research yang disebut brand and competitor
research atau obyek survey yang disebut consumer survey.
Untuk
beberapa kebutuhan marketing tertentu, beberapa anggota komunitas juga
dikumpulkan secara offline untuk research atau survey yang lebih terfokus
dengan konsep focus discussion group. Konsep bisnis ini lebih sering digunakan
oleh media online yang punya forum pribadi, seperti Detik, Kompas, Viva dan
yang paling aktif adalah Kaskus.
Konsep
monetizing dengan community insight memang menjadi sumber penghasilan yang
besar. Namun untuk menciptakan itu, butuh waktu yang lama dan harus diawali dengan
membangun traffic yang memadai terlebih dahulu.
7.
Monetizing dengan Premium Content Subscription
Ini
adalah konsep monetizing yang sebenarnya sangat jarang di gunakan untuk media
online. Ada beberapa media online di Indonesia yang menerapkan ini, namun tidak
begitu populer di masyarakat. Hal ini karena konsep ini mengharuskan setiap
pengunjung untuk membayar jika hendak membaca berita.
0 Komentar :