PortalGO.id - Media
cetak diramalkan akan mati. Media daring digadang-gadang bakal jadi sumber
informasi utama publik di masa depan. Media-media yang tidak bisa beradaptasi
dengan perkembangan teknologi, hanya akan bisa menyesali nasibnya ketika
tiba-tiba kehilangan pembaca. Nama besar di masa lalu akan menjadi percuma.
Lalu
bagaimana cara adaptasi yang ideal sehingga sebuah media bisa tetap relevan dan
penting bagi pembacanya? Laporan terbaru yang dirilis oleh New York Times bisa
menjadi salah satu bahan penting untuk menjawab pertanyaan tersebut. Dalam
laporan yang dirilis oleh Grup 2020, terdiri dari 7 jurnalis New York Times,
terdapat evaluasi atas kerja media tersebut selama ini dan pengembangan yang
mungkin dilakukan ke depan. Hal yang relevan untuk digunakan sebagai kaca bagi
media-media secara umum.
Laporan
yang berjudul Journalism That Stands Apart ini terdiri dari tiga bagian yaitu
pengembangan strategi jurnalisme, staf, dan manajemen kerja di New York Times.
Dalam hal pengembangan jurnalistiknya, ada beberapa hal yang menarik untuk
diperhatikan. Di antaranya, laporan-laporan jurnalistik New York Times ke depan
harus semakin banyak ilustrasi visual. Selama ini banyak laporan yang hanya
berbasis teks panjang.
Terlalu
dominannya teks ini beberapa kali diprotes oleh pembaca New York Times. Tahun
2016 misalnya, ketika New York Times melansir laporan soal perdebatan jalur
kereta bawah tanah di New York, banyak pembaca mengkritik melalui kolom
komentar kenapa tidak ada peta sederhana jalur kereta. Padahal itu hal yang
penting bagi pembaca untuk memahami masalah.
Selain
itu, New York Times juga mulai mengembangkan agar laporan-laporan
jurnalistiknya bisa dinikmati dalam berbagai platform secara cepat baik melalui
newsletter, suara, video, dan platform lain yang sedang dikembangkan. Hal ini
berangkat dari kesadaran bahwa saat ini menggapai pembaca dengan laporan
berbasis teks saja tidak cukup.
Dalam
kaitannya dengan pembaca, New York Times merencanakan bahwa pembaca harus
menjadi bagian penting dari karya-karya jurnalistik yang dibikin. Hal ini tidak
hanya berkaitan dengan perencanaan isu-isu yang diangkat tetapi juga mengelola
masukan dari kolom komentar yang muncul di bawah berita-berita mereka.
Dari
laporan Columbia Journalism Review, banyak pembaca antusias mengirimkan
komentar dalam berita-berita New York Times. Banyak pembaca yang merasa senang
ketika komentarnya disetujui untuk ditayangkan di bawah berita, atau bahkan
masuk dalam rubrik “Our Comment of The Week”.
Salah
satu bagian menarik dalam laporan dari Grup 2020 ini adalah kesadaran untuk
meredifinisi apa yang disebut sebagai standar kesuksesan sebuah media. Ketika
banyak media daring menjadikan pageviews sebagai standar kesuksesan, New York
Times menolak ukuran itu. Sebagai media
yang berorientasi pada pelanggan, pageviews tidak menjadi patokan utama.
Seperti
disebutkan dalam laporan, “Sebuah cerita yang mendapatkan 100.000 atau 200.000
pageviews dan membuat pembaca merasa mendapatkan laporan dan pengetahuan yang
tidak mereka dapatkan dari media lain jauh lebih berharga daripada sebuah
cerita ringan yang viral namun tidak menambah jumlah pelanggan.”
Dengan
redefinsi kesuksesan ini saja, New York Times tetap berhasil mendapatkan
pembaca. Sebagai gambaran, tahun 2016 New York Times berhasil mendapatkan
keuntungan 500 juta dollar dari pendapatan digital, jumlah yang jauh lebih
besar dibanding pendapatan Buzzfeed, Guardian, dan Washington Post digabung.
Saat ini, New Yor Times memiliki 1, 5 juta pelanggan edisi digitalnya, dan
lebih dari 1 juta pelanggan edisi cetak.
Laporan
Grup 2020 ini penting untuk dibaca media-media di Indonesia dalam era ketika
lanskap industri media berubah cepat. Ia bisa digunakan untuk membaca
perkembangan-perkembangan jurnalisme ke depan. Hal yang dibutuhkan untuk
beradaptasi, sehingga media dan jurnalisme tetap relevan bagi publik.
0 Komentar :